Indonesia dan Malaysia, dua negara tetangga di Asia Tenggara, memiliki sistem pemilu yang berbeda. Meskipun keduanya menganut demokrasi, perbedaan dalam dasar hukum, lembaga penyelenggara, pelaksanaan, peran partai politik, dan partisipasi warga negara mempengaruhi bagaimana pemilu di kedua negara dijalankan.
1. Dasar Hukum
Indonesia: Pemilu di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Undang-undang ini mengatur segala aspek pemilu, termasuk pemilihan presiden, anggota parlemen, dan kepala daerah.
Malaysia: Sistem pemilu di Malaysia didasarkan pada konstitusi dan hukum yang berbeda-beda di setiap negara bagian. Pemilihan umum diadakan setiap lima tahun, kecuali perdana menteri meminta pemilihan awal.
2. Lembaga Penyelenggara
Indonesia: Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga yang bertanggung jawab mengatur dan melaksanakan pemilu di Indonesia. KPU memiliki peran penting dalam memastikan pemilu berjalan dengan adil dan transparan.
Malaysia: Komisi Pemilihan Malaysia (SPR) bertanggung jawab mengawasi pemilu di Malaysia. Meskipun memiliki peran serupa dengan KPU, SPR memiliki struktur dan prosedur yang berbeda.
3. Pelaksanaan
Indonesia: Pemilu di Indonesia dilaksanakan secara serentak, dengan pemilih memilih langsung calon legislatif dan calon presiden. Proses pemilihan menggunakan sistem “first past the post,” di mana partai atau koalisi yang memenangkan mayoritas kursi di majelis rendah dapat membentuk pemerintahan.
Malaysia: Pemilu di Malaysia juga menggunakan sistem “first past the post.” Partai atau koalisi yang memenangkan mayoritas kursi di majelis rendah dapat membentuk pemerintahan. Namun, dalam parlemen gantung, blok saingan perlu membentuk aliansi baru untuk mengamankan kursi yang cukup.
4. Peran Partai Politik
Indonesia: Partai politik memiliki peran sentral dalam pemilu Indonesia. Mereka mengusung calon dan berkompetisi untuk memenangkan kursi di parlemen dan kepala daerah.
Malaysia: Partai politik juga berperan penting di Malaysia, tetapi sistem politiknya lebih terfokus pada personalitas pemimpin daripada partai.
5. Partisipasi Warga Negara
Indonesia: Lebih dari 190 juta warga Indonesia berhak memilih dalam pemilu. Tingkat partisipasi pemilih cukup tinggi, meskipun masih ada tantangan terkait akses dan pendidikan politik.
Malaysia: Lebih dari 21 juta warga Malaysia berhak memilih dalam pemilu. Tingkat partisipasi pemilih juga relatif tinggi, dengan sekitar 82,3% pemilih yang memenuhi syarat memberikan suara mereka.
Secara keseluruhan, meskipun ada perbedaan dalam sistem pemilu, baik Indonesia maupun Malaysia terus berusaha meningkatkan proses demokrasi dan partisipasi warga negara dalam pemilihan umum.